Stasiun Senen Dini Hari |
Stasiun Senen
Hiruk Pikuk senen pagi itu cukup
membuat saya tercengang. Subuh hari masyarakat Jakarta sudah tumpah riuh
menyambut sang fajar padahal jam baru menunjukkan pukul 4.00 dini hari, sebuah
keajaiban dari perjuangan seorang manusia mencari rejeki untuk keluarganya. Kami
serombongan duduk bergerombol bersama carrier yang besar dan bercanda menyambut
datangnya kereta menuju Semarang.
“Subuhan dulu sebelum kereta datang…
Anak Gunung ga sholat ga keren. haha” Ucap teman saya.
Kereta pun datang, kita berangkat
bersama menuju Semarang. Perjalanan cukup riuh karena kami adalah segerombolan
yang cukup banyak, mungkin membuat kereta saat itu cukup meriah di gerbong
kami. Perjalanan cukup jauh dan tidak terasa karena sangat menyenangkan
bersenda gurau di gerbong bersama teman teman seperjalanan. Seketika matahari
mulai terbenam tak terasa kita tiba di St.Poncol Semarang.
Pose yang aduhai (Alun-Alun Salatiga) |
Salatiga
Berdiam dalam lelap segerombolan
yang ramai di gerbong mulai tidur mendengkur, barisanya tidak beraturan cowok
cewek dalam satu barisan. Kami istirahat di Basecamp Mapala Salatiga, sedikit
bertanya banyak berdoa tentang medan yang akan kami tempuh esok hari. Beruntung
mereka bersedia menemani kami untuk mendaki esok hari, sebagai penunjuk jalan
(guide). Sebelumnya kami sempatkan berkunjung ke Alun-Alun Salatiga, bentuknya
mirip seperti alun-alun selatan Jogja dan ramainya hampir persis sama.
“Yuk ah Foto..!! Abis itu
Molorrrr.. Besok berangkat pagi cuy..” Kami sempatkan berfoto bersama sesaat berlatar
belakang Alun – Alun yang gelap.hahaha
Mau kemana jeng.. |
Seru.. kata yang terlintas dari
pikiran saya saat menuju Basecamp Kopeng, salah satu pintu masuk Taman Nasional
Merbabu. Kita menggunakan mobil bak yang cukup besar menampung kita semua, bisa
dengan jelas merasakan hembusan dingin wilayah pegunungan Salatiga, cukup
dingin untuk pagi yang cerah. Dari truk kami bisa melihat dengan jelas gunung
andong yang terkenal itu dan gunung-gunung kecil disekitarnya, sangat cantik
dengan barisan tanaman tembakau yang ditanam dimana-mana. Perjalanan cukup jauh
dan track menanjak, perjalanan berakhir setibanya di depan Basecamp melakukan
regristasi dan persiapan pendakian.
“Yang mau boker, boker dulu
disini, diatas harus gali.. repot nanti.. hahaha” ucap salah satu teman dengan
ekspresi yang konyol.
Masih datar cu.. haha |
Pos I – Pos II
“Hueekkk… Mata gua gelap, ga
keliatan apa-apa..” Ungkap Yogi salah satu pendaki cewek bertubuh buntal yang
sudah ngedrop padahal baru beberapa menit berjalan.
Kondisi track awal memang aspal,
kontur aspal yang keras dan menanjak mengakibatkan pendakian terasa berat, hal
inilah yang membuat ia cukup shock dengan track awal. Ditambah kondisi fisiknya
sedang tidak baik (masuk angin), kamipun menemaninya memulihkan kondisinya sambal
menggosok minyak angin ke punggung.
“Hahahaha… Baru awal gi mau
turun? Tuh Basecamp masih keliatan..” Canda salah satu rombongan.
Sebenarnya masih keliatan dari
sini tuh basecamp, tapi udah kecil gentengya doang yang keliatan hampir 2 jam
kita meninggalkan basecamp tapi pendakian terasa lambat karena kasus masuk angin
ini. Akhirnya kami berjalan perlahan-lahan menuju Pos berikutnya.
Pose Dikit BBF,, wkwk |
POS III
Pohon mulai terbuka, Pos ini
sering digunakan untuk anak Pramuka membangun camp untuk melakukan kegiatan
alam bebas. Suhu cukup terik saat itu, cukup membuat cairan di tubuh hilang
dengan cepat tak terasa sudah waktu sholat dzuhur. Kamipun sholat bergantian sambil
masak sekedarnya untuk makan siang.
“Masak apa kita hari ini..?? masak
indomieee…..!! “ Tawa kami pecah mendengar guyonan teman yang yakin bahwa menu
kali ini paling pas adalah indomie. Betul karena perjalanan masih panjang dan
mie adalah makanan paling praktis sampai saat ini.
Dari kejauhan saya melihat
seseorang yang saya kenal, itu Yogie dan Budi. Teman satu angkatan saya
diam-diam datang tanpa diundang, ternyata mereka melakukan perjalan ini
sendirian tanpa bilang-bilang. Kami bertemu di POS III saat sedang makan siang,
kedua teman saya ini berangkat dari Tangerang dan sengaja memang datang
terlambat karena ada perkerjaan.
Perjalanan kami lanjutkan menuju
POS IV tempat kita akan membangun tenda sebelum summit, sebenernya cukup jauh
tapi karena sumber air dan beberapa pertimbangan kami semua sepakat untuk
membangun tenda disini.
Camp Ground, Luasss tinggal pilih. |
POS IV
Sumber air yang cukup banyak dan
mudah bisa peroleh disini, siapa yang sangka berada di lereng gunung Merbabu
memiliki pemandangan sunset yang cantik. Padahal itu tanjakan berbukit tinggi
dan panjang yang menanti kita esok hari, cantik sekali lembayung oranye dengan
barisan ungu sekejap membuat sebagian dari kami hendak berfoto berlatar
belakang pemandangan itu. Tapi faktanya suhu udara disana saat itu
sangat-sangat dingin dan berhembus membuat mati kutu berlama-lama di luar. Padahal
langit masih terang dan matahari belum sepenuhnya tenggelam.
Malam di POS IV Cukup mencekam,
bukan karena suasanya. Tapi suhu udaranya yang luar biasa dingin, dan hembusan angin
yang tidak berhenti-henti menjadikan kita disini hanya bisa meringkuk
kedinginan berharap ada pemanas ruangan. Haha
“Diiiinngggiiiiiinnnn Beeennnneeerrrr
daahhhH….” Celutuk saya dengan jaket berlapis-lapis dan kaos kaki yang sudah
masuk kelipatan paha.
Sesaat Menuju Pos Pemancar |
POS Pemancar
Cukup tinggi posisi matahari saat
kami melanjutkan perjalanan. Pemandangan cantik tak henti-hentinya saya
ungkapkan, kami berdiri di punggungan yang bertebing berbatu dengan pemandangan
kaldera gunung Merbabu yang cantik. Hamparan rumput hijau kekuningan adalah
daya Tarik Merbabu oleh siapapun yang datang kemari, kami berkali-kali diam
menyaksikan punggungan gunung yang sudah kita lalui hari kemarin. Kami
beristirahat sebentar di Jembatan Setan, jalan setapak yang menyajikan jurang
dalam di kanan dan kiri. Kami memasak menu makan siang disana dan siap untuk
menuju POS Pemancar, saat itu kabut menutupi jarak pandang kami. Sangat pekat
dan hampir sulit melihat padahal matahari bersinar terang saat itu. Sesampainya
di POS Pemancar rombongan berisitarahat sejenak, sedangkan saya duluan bersama
teman saya dari Salatiga untuk mencicipi Puncak Syarif. Di samping rombongan
sebenarnya adalah Puncak Pemancar, bisa untuk melihat pemandangan sunrise yang
cantik tapi saat itu Puncak lebih menggiurkan bagi rombongan.
aku orang jawa tengah malah belum pernah ke merbabu gan... ;((
ReplyDeleteOalaah mass.. deket loh, mudah2an ada rejeki daki Merbabu mas.
DeleteHallo kak agung .. kalu naik bus waktu 4 hari keburu gak yah?
ReplyDelete4 hari cukup sepertinya, tapi mepet.. asumsi perjalanan bis bolak balik 2 harian.. pendakian 2 hari cukup..
DeleteLanjut dong Ka ceritanya yg loncat ke kereta belum
ReplyDeleteHahahaha.. ada kok tapi dikit doang ceritanya..
DeleteAnak2 lusuh dekil, masuk kereta..
Lanjut dong Ka ceritanya yg loncat ke kereta belum
ReplyDeleteAda cerita lanjutanya.
Delete