Tanjakan Menuju Pertigaan Puncak Syarif |
Puncak Syarif (3119 mdpl)
Kami bersama
mendaki dan diam dalam kelu nafas yang berat dan panas, tenggorokan yang kering
menandakan perjalanan ini luar biasa berat dan melelahkan tapi yang kita
rasakan saat ini ada banyak kiasan, antara lain kebahagiaan dan kebersamaan.
Berdiri dalam punggungan gunung Merbabu yang megah menyadarkan saya bahwa entah
moment ini akan kapan terulang.
“Kak curang lo
masa lo doang yang dari Jakarta Nyobain tiga puncak Merbabu…” Teriak salah satu tim kesal karena jalan
mereka terlalu lambat sehingga tidak ada waktu untuk mencicipi puncak Syarif.
Teman yang Mejeng di Puncak Syarif, Sayang sampah kertas berserakan |
Puncak Syarif
adalah puncak ketiga dari Gunung Merbabu, banyak pendaki bilang view terbaik
untuk melihat sunrise adalah dari Puncak Syarif, mungkin karena Puncak ini
posisinya paling Timur diantara Puncak yang lain (Kenteng Songo dan
Triangulasi). Tapi mungkin ini kesempatan saya sekali entah kapan bisa menuju
kemari lagi, akhirnya saya nekat menitipkan carrier berdua dengan teman saya
naik menuju puncak Syarif. Tracknya tidak terlalu panjang sekitar 30 menit dari
pertigaan, tapi hati-hati di samping sudah menanti jurang yang menganga kalau
kalian lengah sedikit. Sesampainya di Puncak Syarif saya disuguhkan dataran
yang cukup luas sekitar seluas 2x lapangan bulu tangkis mendatar da nada tingkatan
dataran yang lebih tinggi. Tapi saying banyak sekali sampah kertas berserakan
disini, sangat memalukan.
Dari puncak
syarif kita bisa melihat dengan jelas Kedua Puncak yang lain, yang terlihat
dekat padahal cukup jauh kalau di tempuh dengan berjalan. Harus memutari
pinggiran gunung dan mendaki hampir 65 derajat menuju puncak Kenteng Songo. Sejarah
Puncak Syarif konon katanya dulu ada seorang penduduk desa yang tinggal di
Gubug di Puncak ini, bernama Mbah Syarif dan beliau mendidikasikan hidupnya di
puncak ini. Dan jadilah dinamakan puncak Syarif. Barisan awan di bawah kaki
kita bisa di peroleh dari puncak ini karena sering sekali awan berkumpul di
sekitarnya.
Puncak Kentheng Songo (3142 mdpl)
Entah ini cowok atau cewek ga jelas.. haha.. Pose di Puncak Kentheng Songo |
Sekitar 20 Menit
jalan sangat sangat santai Melewati “Ondo Rante” kami sampai di Puncak Kenteng
Songo, Puncak dengan peninggalan situs purbakala di sana (Batu Kenteng yang
berjumlah Sembilan). Tanjakan yang terakhir ini cukup seru karena
pasir-pasiran, sesampainya di puncak kita di pertemukan dengan Merapi. Tidak
beruntung rombongan kami tidak bisa melihat merapi secara jelas karena tertutup
awan yang tebal sekali, akhirnya kita berdoa saja lambat laun awanya hilang. Baiklah
mungkin memang sudah waktunya kita makan siang aja, dan biarkan kami makan
siang dengan pemandangan puncak Kentheng Songo yang indah.
Disini terdapat 4
Watu Kenteng (batu berlubang) yang tentunya kalau dilihat tanpa kasat mata
hanya terdapat 4 lubang/kenteng, namun sesungguhnya terdapat 9 kenteng/lubang
yang ada pada puncak ini jika dilihat secara ghaib. Secara pribadi saya juga menemukan
satu lagi pada saat turun menuju pos sabana 2, menurut mitos siapa yang bisa
menemukan kesembilan Kenteng maka ia akan di anugrahi kehormatan dan
keburuntungan.
Puncak Triangulasi (3169 mdpl)
Doa kami diijabah Awanya terurai dan merapi pun terlihat. |
Jalan sedikit
menuju puncak selanjutnya kalian akan menuju Puncak tertinggi Merbabu, yang
biasa di sebut triangulasi. Bersyukur doa kami dikabulkan awan yang menutupi
Gunung Merapi hilang menjadi lukisan luarbiasa cantik yang pernah saya liat
dalam hidup saya, kami disajikan pemandangan nan magis yang dimiliki alam
Indonesia. Di puncak ini kami melakukan upacara bendera sebagai rasa syukur dan
sebagai seremonial keberhasilan kami serombongan, dan saat itu sudah hampir
senja. Berfoto sebentar untuk merekam jejak kami sampai di Puncak ini, rasa
syukur kami ucapkan untuk semua kenangan yang telah kita lalui untuk sampai ke
puncak ini. Kami bertemu dengan Mapala lain dan sedikit mengobrol, kami
bertanya kenapa kalian tertunduk saling berpelukan dengan bendera Mapalanya.
“Kita mengirim
doa untuk sahabat kami yang meninggal di Merbabu..” Ungkap mereka dengan senyum
tipis.
Tim Lengkap |
Saya terperanjat
dan saya bersyukur bahwa kami disini masih diberikan umur untuk menikmati hari
dengan sahabat sahabat kami. Pelajaran yang bisa saya ambil bahwa Gunung
bukanlah ajang main-main Gunung adalah symbol ketidak berdayaan manusia sebagai
makhluk lemak tak berdaya, oleh karena itu kita harus senantiasa bertasbih atas
kekuasaan Sang Pencipta Alam.
Sabana II – Sabana I
Kami pun
bergegas untuk turun karena senja sudah mulai menghitung detiknya, kami harus
lekas turun untuk mengejar waktu sampai di Camp Selo sebelum terlalu gelap.
“Ah Udah Gelap
Banget ini, gimana ni? Lanjut turun atau Camp??” Ungkap Salah satu tim,
“Air udah
menipis, kalau kita Camp lagi, takutnya ga cukup..” Ungkap Saya saat itu.
Akhirnya kita
Semua mulai menghitung cadangan air, ternyata cukup hanya untuk turun
pendakian. Dilihat dari kondisi tim, mereka sudah terlalu lelah dan akhirnya
kami memutuskan untuk istirahat semalam, tanpa masak makanan. Kami hanya makan
roti, kue dan mie instant yang dimakan mentah.
Pos III
Akhirnya karena
sudah terlalu malam kita memutuskan untuk menginap semalam disini, dengan gelap-gelapan
kita semua membangun tenda disini. Dan istirahat tanpa masak apapun, hanya
makan makanan jadi. Beruntung suhu tidak terlalu dingin, tidak sedingin pada
saat camp di POS IV Wekas. Kami pun lelap sampai pagi menjelang, saya sedikit
shock di pagi hari karena kami disajikan pemandangan matahari terbit yang luar
biasa menakjubkan. Dan selidik punya selidik memang disinilah kebanyakan
pemburu matahari terbit berkemah disini, karena pemandangan mataharinya
benar-benar bersih dan jelas jika di lihat dari view POS III Jalur Selo.
Buka Pintu Tenda, Live Langsung Matahari Terbit.. Beruntungnya (Alhamdulillah ^.^) |
Syukur tak lupa
kami ucapkan selalu, seiring dengan naiknya matahari dari peraduan. Bersama sahabat
kami menikmati hari terakhir kami di Merbabu, cukup magis dan mengenang. Suatu
hari nanti mari kita kembali kesini.
Perjalanan turun
cukup mulus tidak terlalu tinggi, dan curam tapi perjalanan terasa sangat
panjang. Karena memang jalur via Selo adalah yang terpanjang di Merbabu,
ditambah cuaca yang sangat terik mengakibatkan kita yang kehabisa air makin
lemah kondisinya. Sesampainya masuk ke hutan tertutup kami mulai merasa sejuk
karena perjalanan kami selanjutnya di lindungi oleh pohon-pohon yang rimbun
yang lumayan menutup terik panas yang mendera kulit kita.
Touchdown, Selo, Alhamdulillah Beli Minum,,!! hahaha |
BaseCamp Selo
Kami sampai di
Base camp selo pukul 11 Siang dan bergegas untuk bersih-bersih karena harus
mengejar kereta di Stasiun Lempuyangan pukul 15.00 WIB. Sepertinya Agenda
muter-muter sebentar di Jogja jadi ga kesampaian, Minum yang banyak
bersih-bersih, pake baju yang kece lalu kita pulang kembali ke Jakarta.
“Hayo Gendong
Carriernya, kereta udah mau Jalan..!!!!” Teriak saya kepada anggota yang lambat
larinya.
Akhirnya saya
membopong dua carrier sekaligus untuk mengejar kereta yang sebentar lagi akan
berangkat, beruntung kami diberikan kesempatan untuk naik oleh petugas kereta
api.
“And than we separated
again, Jogja.. Sometime..” ungkap hati saya untuk kota yang spesial ini.
Kami pun pulang
dengan hati yang lega, kondisi kami semua baik dan kami bersyukur karenanya,
Merbabu adalah lambing
Ibu bagi masyarakat setempat, sedangkan Ayah adalah sang Merapi.
Bonus doang ini mah |
Note
- Jangan buah sampah kertas kalian di manapun, tolong bawa kembali kertas yang kalian bawa untuk turun lagi.
- Jangan buah sampah apapun dan jangan tinggalkan apapun disana karena itu merusak sekali, tercerminlah bangsa yang malas dengan adanya sampah disana.
- Jangan bocorkan saluran pipa warga, karena kasian mereka warga desa yang butuh air dari Merbabu.
- Jangan Rusak artefak-artefak prasejarah itu, itu penting dan harus kita jaga.
- Jangan corat-coret apapun yang ada di Merbabu, saya miris melihat batu-batu besar indah tercoret coretan sampah kaya gitu.
- Dilarang untuk camp di Puncak karena angin berhembus sangat-sangat dingin berbahaya bagi kalian yang tidak klimatisasi.
Cerita Sebelumnya : Keajaiban Sabana Sang Ibu
Klik : Merbabu dalam Foto
0 komentar:
Post a Comment